SISTEM RESPIRASI PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


SISTEM RESPIRASI
PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


KELUARGA TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA
SERTA MANAJEMEN PENANGGULANGANNYA DI PUSKESMAS

1) Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, Pro vinsi Bali
2) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

(soedja_keman@unair.ac.id)

Abstract : The purpose of this study was to analyze d the home sanitation and family’s socio economic determinant factors of ARI inunder 5 year old children, as basic of controlling management of ARIin the working area of Blahbatuh II Public Health Center (PHC) inGianyar Regency, Bali.

This was a crosssectional observational study. The samplewas children under 5 years and had good nutritional status. Thenumber of sample was 134, taken in a systematic random sampling

method. Data collection was done usi ng by a questionnaire andobservation sheet. The respondents were their mothers.The result of the study showed that home sanitation and

family’s socio economic factors that significantly correlated to ARI inchildren under 5 years were ventilation, cleanliness, and family’sincome (Multiple logistic regression, p <0.05, p<0.05, and p <0.01respectively). Moreover, health management effort related to ARIcontrol was not optimally conducted at the Blahbatuh II PHC.It is concluded that determinat factors of ARI in under 5 yearsare home ventilation and cleanliness as well as family income. It issuggested that health management effort in pertaining to control ARIin Blahbatuh II PHC shall include early detection and goodmanagement practice in treatment ARI in children under 5 years old

and combined with intervention program to improve home cleanliness,ventilation, and family’s income as well.

Keywords : ARI, children under 5 years, sanitation and socio

economic determinant, strategy in controlling AR I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti s inus, rongga telinga tengah dan pleura (Ranuh, 1997; Depkes, 2003). Berdasarkan pedoman pemberantasan penyakit ISPA untuk penanggulangan
pneumonia pada anak Balita (Depkes, 2004), bahwa kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah anak Balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia telah dilakukan mulai tahun 1984, walaupun demikian sampai saat ini penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Dinkes Kab Gianyar, 2005a). Kejadian penyakit ISPA di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada anak -anak yaitu pada

kelompok Balita. Sekitar 20% - 30% kematian anak Balita disebabkan

oleh penyakit ISPA (Depkes, 2000). Berbagai faktor risiko yang dapat

meningkatkan insiden ISPA pada Balita antara lain: umur < 2 bulan,

laki-laki, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tidak

mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal,

imunisasi yang tidak memadai, membedung anak (menyelimuti

berlebihan), defisiensi vitamin A, pemberian makanan tambahan

terlalu dini dan ventilasi rumah yang kurang (Depkes, 1990;

Pudjiastuti dkk., 1998; Prasasti dkk., 2005).

Upaya pemberantasan penyakit ISPA bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian Balita akibat penyakit

ISPA. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 1) Penemuan penderita,

dilaksanakan oleh petugas kesehatan baik di Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, Posyandu, kader kesehatan dan masyarakat; 2) Pengelolaan

penderita, dilakukan melalui pemeriksaan pender ita (anamnesa,

periksa pandang dan menghitung napas per menit), yang diikuti

dengan pemberian obat-obatan; 3) Penyuluhan dan penggerakan

partisipasi masyarakat; serta 4) Pencatatan dan pelaporan secara

teratur.

Kondisi sosial-ekonomi merupakan salah satu u nsur lingkungan

hidup. Berkaitan dengan kejadian penyakit ISPA pada anak

Balita, faktor risiko lingkungan yang sangat mempengaruhi atau

menentukan (determinan lingkungan) dapat berupa kondisi fisik

rumah dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Sehat tidaknya rumah

sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular,

terutama ISPA. Persyaratan kesehatan rumah tinggal meliputi : bahan

bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan,

kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air, t ersedianya

sarana penyimpanan makanan yang aman, limbah (limbah cair dan

A.A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., Determinan Sanitasi Rumah 51

padat), dan kepadatan hunian ruang tidur (Keman, 2005). Program

penyehatan perumahan dan lingkungan bertujuan untuk meningkat -

kan pengetahuan dan kesadaran serta kemampuan masyarakat

dalam menyehatkan perumahan dan lingkungannya. Kondisi sosial

ekonomi dalam kaitannya dengan kejadian ISPA dapat merupakan

faktor risiko yang tidak langsung. Kejadian ISPA lebih banyak dite -

mukan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi rendah

(Kartasasmita, 1993). Faktor sosial ekonomi yang dapat mem -

pengaruhi kejadian ISPA pada anak Balita antara lain berupa

pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga.

Puskesmas Blahbatuh II memiliki angka kunjungan ISPA

pada Balita yang cukup tinggi (Dinkes Kab Gianyar, 2005a), dan

berdasarkan Laporan Desa Sehat 2005 (Puskesmas Blahbatuh II,

2005) yang menyatakan bahwa sebagian desa (dua dari empat desa)

yang ada di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II termasuk dalam

strata II (desa sadar sehat) yaitu desa Saba dan desa Bedulu,

sedangkan dua desa lainnya yaitu desa Blahbatuh dan desa Buruan

sudah termasuk dalam strata III (desa sehat). Hal ini menunjukkan

bahwa lingkungan rumah dan sosial ekonomi keluarga di wilayah

kerja Puskesmas Blahbatuh II relatif masih belum baik. Disamping itu

upaya kesehatan yang berkaitan dengan pengendalian penyakit ISPA

yang dilaksanakan oleh Puskesmas belum optimal maka oleh karena

itu dipandang perlu untuk dilakukan penelitian pada wilayah kerja

Puskesmas tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinan

lingkungan rumah dan sosial ekonomi keluarga dari kejadian ISPA

pada anak Balita, sebagai dasar menyusun model manajemen

penanggulangan penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Blahbatuh II Kabupaten Gianyar.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional ,

dilakukan secara cross sectional, bertujuan mempelajari faktor risiko

yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak Balita. Populasi

penelitian adalah anak Balita dengan gizi baik d engan keluhan ISPA

pada 1 bulan terakhir sebagai kelompok studi dan dengan tidak ada

keluhan ISPA pada 1 bulan terakhir sebagai kelompok kontrol.

Sebagai responden adalah pengasuh anak Balita yaitu Ibu.

Sampel dalam penelitian ini diambil secara systematic

random sampling yaitu anak Balita yang bertempat tinggal di wilayah

kerja Puskesmas Blahbatuh II Kabupaten Gianyar, dengan kriteria

sampel adalah sebagai berikut: umur 1 - < 5 tahun, status gizi baik

(menurut Kartu Menuju Sehat, gizi baik : bila berat bad an anak Balita

menurut umur berada pada daerah hijau).

Data hasil wawancara berdasarkan kuesioner dan observasi

dianalisis dengan cara : 1) Analisis deskriptif, yaitu dilakukan dengan

menggambarkan keadaan dari variabel yang diteliti, disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang dilengkapi dengan

persentasenya; 2) Analisis analitik, yaitu dengan menggunakan uji

statistik Regresi Logistik Ganda (multiple logistic regression; 3) Kajian

manajemen, yaitu dengan melakukan kajian terhadap upaya

pemberantasan penyakit ISPA, dan upaya penyehatan perumahan

dan lingkungan di Puskesmas Blahbatuh II dikaitkan dengan fungsi

manajemen Puskesmas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data dengan menggunakan uji statistik Regresi

Logistik Ganda menunjukkan bahwa determinan strategis sanitasi

rumah dan sosial ekonomi keluarga dalam penanggulangan penyakit

ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II

Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali adalah kebersihan rumah, ventilasi

dan pendapatan keluarga. Sedangkan faktor sanitasi rumah yang

tidak berperan secara signifikan adalah kepadatan hunian dan

pencemaran udara dalam rumah. Sementara itu faktor sosio -ekonomi

keluarga yang tidak berperan secara signifikan adalah jenis kelamin

anak Balita, pendidikan dan pengetahuan ibu anak Balita. Dengan

demikian manajemen upaya kesehatan yang berkaitan dengan

pengendalian penyakit ISPA pada anak Balita di wilayah kerja

Puskesmas Blahbatuh II seharusnya diarahkan pada strategi

perbaikan determinan tersebut.

1. Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan

pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis (Harijanto,

1997; Keman, 2004; Prasasti dkk., 200 5). Ventilasi disamping

berfungsi sebagai lubang pertukaran udara juga dapat berfungsi

sebagai lubang masuknya cahaya alam atau matahari ke dalam

ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan

kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pening katan risiko

kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan

salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Mukono,

1997).

Dari hasil uji statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak

Balita. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya (Nindya dan Sulistyorini, 2005; Yusuf dan Sulistyorini,

2005). Dengan demikian ventilasi merupakan determinan dari

A.A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., Determinan Sanitasi Rumah 53

kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerj a Puskesmas

Blahbatuh II, adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak

Balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi

syarat sebesar 2,789 kali lebih besar dari pada anak Balita yang

menempati rumah dengan ventilasi yang memenuh i syarat.

2. Kepadatan Hunian

Standar luas ruang tidur menurut Kepmenkes RI nomor 829

tahun 1999 adalah minimal 8 m 2, tidak dianjurkan digunakan lebih dari

2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5

tahun (Kepmenkes RI No.829/1999) . Kepadatan hunian yang

berlebihan memudahkan penularan penyakit infeksi pernapasan,

tuberkolosis, meningitis, dan parasit usus dari satu orang ke yang lain

(Depkes, 1990; Keman, 2005). Dari hasil uji statistik menunjukkan

tidak ada pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada

Balita. Jadi dengan demikian kepadatan hunian bukan merupakan

determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja

Puskesmas Blahbatuh II. Hal ini ternyata berbeda dengan hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nindya dan Sulistyorini

(2005) ataupun penelitian oleh Yusuf dan Sulistyorini (2005).

3. Pencemaran Udara Dalam Rumah

Pencemaran udara dalam rumah biasanya berasal dari asap

dapur, asap rokok, dan asap obat nyamuk bakar. Ketiga bahan

pencemar udara tersebut bila berada dalam rumah dapat menjadi

faktor risiko terhadap kejadian ISPA pada anak Balita (Harijanto,

1997; Prasasti dkk., 2005). Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak

ada pengaruh pencemaran udara dalam rumah terhadap kejadian

ISPA pada anak Balita. Dengan demikian pencemaran udara dalam

rumah bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak

Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

4. Kebersihan Rumah

Kebersihan rumah adalah salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap kesehatan penghuninya khususnya pada anak Balita

(Keman, 2005). Uji statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan ada

pengaruh kebersihan rumah terhadap kejadian ISPA pada anak

Balita. Jadi dengan demikian kebersihan rumah merupakan faktor

risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita di wilayah kerja

Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko untuk terjadinya

ISPA pada anak Balita yang menempati rumah yang tidak bersih

adalah sebesar 10,264 kali lebih besar dari pada anak Balita yang

menempati rumah yang bersih. Hasil penelitian ini seirama dengan

JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 3, NO.54 1, JULI 2006 : 49 - 58

hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiningsih (1991) dan

Kartasamita (1993).

5. Umur Anak Balita

Kejadian penyakit ISPA erat kaitannya dengan umur, risiko

untuk terkena ISPA pada anak yang lebih muda umurnya leb ih besar

dibandingkan dengan anak yang lebih tua umurnya . Dari hasil uji

statistik menunjukkan ada pengaruh umur terhadap kejadian ISPA

pada anak Balita. Dengan demikian umur merupakan determinan dari

kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesm as

Blahbatuh II, dengan risiko untuk mendapatkan ISPA pada anak

Balita yang berumur <3 tahun sebesar 2,56 kali lebih besar dari p ada

anak Balita yang berumur ≥3 tahun. Hasil yang sama juga ditunjukkan

oleh penelitian Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan

juga oleh Rahayu dkk., (2005).

6. Jenis Kelamin Anak Balita

Penyakit ISPA dapat terjadi pada setiap orang deng an tidak

memandang suku, ras, agama, umur, jenis kelamin dan status sosial.

Namun insiden ISPA pada anak Balita berdasarkan jenis kelamin

disebutkan bahwa insiden ISPA pada laki -laki lebih tinggi dari pada

perempuan. Dari hasil uji statistik menunujukkan tidak ada pengaruh

jenis kelamin terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hal sama

juga ditunjukkan pada penelitian sebelumnya oleh Budiningsih (1991),

Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh

Rahayu dkk., (2005). Jadi dengan demik ian jenis kelamin Balita bukan

merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di

wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

7. Pendidikan Ibu Anak Balita

Tingkat pendidikan ibu yang rendah diduga sebagai salah

satu faktor risiko yang dapat meningka tkan angka kematian akibat

penyakit ISPA (pneumonia) pada anak Balita. Dengan semakin

tingginya pendidikan seorang ibu diharapkan akan lebih mudah

menerima pesan kesehatan dan cara pencegahan penyakit. Uji

statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pendidika n terhadap

kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendidikan ibu

Balita bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak

Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

8. Pengetahuan Ibu Anak Balita

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Uji statistik menunjukkan tidak ada

A.A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., Determinan Sanitasi Rumah 55

pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA pada anak Balita.

Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan pada penelitian

sebelumnya oleh Budiningsih (1991), Kartasamita (1993), Nindya dan

Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005). Dengan

demikian pengetahuan ibu tentang ISPA tidak merupakan determinan

dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas

Blahbatuh II.

9. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu wujud dari sumber daya,

merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan. Uji statistik yamg telah

dilakukan menunjukkan ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap

kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendapatan

keluarga merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita

di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko

untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang mempunyai pendapatan

kurang sebesar 0,245 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga

anak Balita yang berpendapatan tinggi. Sedangkan pada keluarga

dengan pendapatan sedang mempunyai risiko sebesar 1,391 kali

lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang berpendapatan

tinggi. Hal sama juga telah ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya

antara lain Budiningsih (1991), Kartasamita (1993), Nindya dan

Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005).

10. Kajian Manajemen Upaya Kesehatan Puskesmas

Sejalan dengan hasil analisis statisti k yang menunjukkan

bahwa faktor ventilasi, kebersihan rumah dan peningkatan

pendapatan merupakan strategis dalam pengendalian penyakit ISPA

di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Upaya kesehatan yang

dapat dilakukan Puskesmas dalam pengendalian penyakit ISPA di

wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II ada 2 program yaitu program

pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (P2ISPA)

dengan cara melakukan penatalaksanaan perawatan penderita

penyakit ISPA pada anak Balitia secara tepat dan adekuat serta

program penyehatan perumahan dan lingkungan dengan melakukan

intervensi terhadap perbaikan ventilasi perumahan penduduk,

memberikan bimbingan dalam menjaga k ebersihan rumah serta

mendorong upaya peningkatan pendapatan pada penduduk

pedesaan.

Manajemen penanggulangan ISPA pada anak Balita tersebut

harus didahului dengan penyusunan program yang akurat, didukung

dengan sumber daya baik tenaga, dana, peralatan penunjang yang

memadai, disertai pengawasan ketat terhadap pelaksanaanya,

tentunya pada akhirnya akan membuahkan hasil yang memuaskan

berupa penurunan angka kejadian ISPA pada anak Balita.

Program P2ISPA

Penemuan dan Pengobatanpenderita ISPA secara diniPenanggulanganISPA pada anakBalita diPuskesmasPenurunanKejadianISPA padaanak Balita

Program SanitasiLingkunganPerbaikan ventilasi,kebersihan rumah danpeningkatan pendapatan

Skema 1. Penanggulangan Penyakit ISPA pada Anak Balita di Puskesmas Blahbatuh II Kabupaten Gianyar

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa sebagai determinan sanitasi rumah dan

sosial ekonomi keluarga dari kejadian ISPA pada anak Balita di

wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II Kabuapten Gianyar, Propinsi

Bali adalah kebersihan rumah, ventilasi dan pendapatan keluarga.

Manajemen upaya kesehatan yang berkaitan dengan pengendalian

penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II meliputi

kegiatan penemuan secara dini dan pengobatan penyakit ISPA pada

anak Balita sesuai dengan tata laksana pengobatan penyakit ISPA

dan dikombinasikan dengan program pencegahan penyakit yang

meliputi peningkatan kondisi kebersihan rumah, ventilasi dan

pendapatan keluarga.

SARAN

Disarankan agar Puskesmas dalam penanggulangan penyakit

ISPA pada anak Balita melakukan program pengobatan dan

pencegahan secara sinergis dengan mengimplementasikan strategi

manajemen penanggulangan penyakit ISPA pada anak Balita yang

telah disusun.

A.A.Anom S., Soedjajadi K., & Lilis S., Determinan Sanitasi Rumah 57

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih N. 1991. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Balita

dengan ISPA di Daerah Tingkat II Magelang . Yogyakarta: FETP

Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Depkes RI. 1990. Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) untuk Petugas

Kesehatan.Jakarta : Ditjen PPM & PLP.

Depkes RI. 2000. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat

Kesehatan Masyarakat Depkes RI.

Depkes RI. 2002. Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita

Sakit di Puskesmas. Jakarta : Depkes RI dan WHO.

Depkes RI. 2003. Kesehatan Ibu dan Anak, Propinsi Bali.Jakarta :

Depkes dan JICA (Japan International Cooperation Agency).

Depkes RI. 2004. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia pada

Balita.Jakarta : Depkes RI.

Dinkes Kab. Gianyar. 2005-a. Laporan Program P2 ISPA Dinas

Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2005. Gianyar : Bidang

P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar.

Dinkes Kab. Gianyar. 2005-b. Laporan SP2TP Dinas Kesehatan

Kabupaten Gianyar Tahun 2005. Gianyar : Bidang Yankesmas

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar.

Djaja S, Ariawan I, dan Afifah T. 2001. Determinan Prilaku Pencarian

Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada

Balita.Buletin Penelitian Kesehatan. 29:1-10.

Harijanto P. 1997.Studi Kasus Kontrol Faktor Lingkungan Rumah

yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumo nia Bayi di

Puskesmas Grabag I Tahun 1997. Yogyakarta: FETP Program

Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Kartasasmita CB. 1993. Morbiditas dan Faktor Risiko ISPA pada

Balita di Cikutra Suatu Daerah Urban di Kotamadya Bandung .

Majalah Kedokteran Bandung. 25:135-142.

JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 3, NO.58 1, JULI 2006 : 49 - 58

Keman S. 2004. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal

Kesehatan Lingkungan. 1: 30-43.

Keman S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman.

Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2: 29-42.

Kepmenkes RI. Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 Ten tang

Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta : Depkes RI.

Mukono HJ. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap

Gangguan Saluran Pernafasan. Surabaya: Airlangga University

Press.

Nindya TS dan Sulistyorini L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah

dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada

Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2:43-52.

Prasasti CI, Mukono HJ dan Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualitas

Udara Dalam Ruangan Ber -AC Terhadap Gangguan

Kesehatan.Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1: 160-169.

Pudjiastuti L, Rendra S, dan Santosa HR . 1998. Kualitas Udara

Dalam Ruang. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.

Puskesmas Blahbatuh II. 2005. Laporan Desa Sehat 2005. Blahbatuh:

Puskesmas Blahbatuh II.

Rahayu SCM, Muchson M, dan Prastiwi ME. 2005. Risiko Terjadinya

Penyakit Saluran Pernafasan Penduduk Sekitar Daerah

Industri. Surabaya: Poltekes Surabaya.

Ranuh IGN. 1997. Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak.

Surabaya: Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.

Santoso P. 2002. Faktor Risiko Kejadian Pnemonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding Kecamatan

Kenjeran Kota Surabaya.Tesis. Program Pascasarjana

Universitas Airlangga. Surabaya.
calvintarrapa.blogspot.com
info-mamasa.blogspot.com

BLOG INI ONLINE SEJAK
24 JANUARI 2012
PENGUMUMAN
Anda Punya Artikel atau Ingin Menulis Artikel diblog kami secara GRATIS, Silahkan kirim biodata anda ke : silvamadika@gmail.com